Kamis, 29 Desember 2011

Si Penggugah Hati


Alhamdulillah itu kata yang indah diucapkan setelah aku diberi nikmat pada hari ini. Dalam hati aku berharap semoga hari ini lebih baik daripada hari kemarin seperti nabi Muhammad SAW pernah berkata barang siapa yang sama dengan hari kemarin maka ialah orang-orang merugi. Kata-kata tersebut selalu terlintas dikala apa yang telah ku lakukan pada hari kemarin masih banyak yang belum kupenuhi.

Pagi ini hari yang cerah, bahkan seakan-akan matahari bersinar dengan terangnya. Embun-embun pagi kian menetes satu persatu dari dedaunan ke tanah, tampak begitu bening dan sungguh indah disaat terkena sinar matahari. Bagaikan kilauan permata yang sampai saat ini belum pernah kusentuh tapi kurasakan begitu indahnya.

Saat kumulai melangkah ke kamar mandi, tiba tiba teman ku membuyarkan lamunanku. “wan, kamu nggak pergi kuliah ntar telat lho, lagi mikirin apa? Jodoh ya?” kata safri. Safri begitulah orang biasa memanggilnya, orangnya yang mempunyai pendirian keras dan terkadang juga keras kepala dan jika berbicara suaranya tegas dan lantang. Ia aktif dalam organisasi kampus sampai muncul kata mutiara kampusku rumah keduaku. “ah, saf. Kapan lagi kamu bisa menikmati indahnya pagi ini. Bersyukurlah kamu diberikan oksigen nggak bayar lagi” kata ku kepadanya. “Alhamdulillah, ya tapi jangan melamun sambil senyum-senyum sediri, ntar dikira pasien RSJ lagi berjemur dipagi hari” lanjutnya. Aku hanya bisa membalas dengan senyum kepadanya. Karena tiada yang dia ketahui dalam hati ini kecuali Allah yang Maha Mengetahui.

Pagi ini aku harus buru-buru ke kampus karena jadwal pada hari ini padat, bisa dikatakan seperti orang kantoran yang harus kerja 8 jam sehari, maka kami kuliah diwajibkan dari jam 8 sampai jam 5. Memang terasa lama tapi apa yang kami dapat paling tidak sebagai bekal untuk menghadapi hari esok. hari ini untung saja banyak jadwal yang telah selesai sehingga ada waktu yang kosong yang masih bisa dimanfaatkan. Rencana hari ini sore nanti akan pergi kepantai, jadwal yang selalu ku isi pada waktu kosong dan mencari inspirasi.

Setelah tak terasa waktu begitu cepat, ku ajak motor kesayanganku untuk melakukan jadwal kegiatan selanjutnya, seperti biasa motor kesayangan selalu menurut tanpa rewel asal di beri bensin bagai anak dengan ibunya pas lagi menyusui. Memang seluruh nikmat yang diberikan olehNya kita harus bersyukur dan nikmat mana yang kamu dustakan? Tak lupa kubawa kertas dan sebuah pensil yang biasa bersemayam didalam tas jinjing. Dan sekali lagi aku harus bersyukur dengan kertas dan pensil itulah yang selalu memberiku inspirasi yang tak ternilai dan bahkan belum terpikirkan oleh orang lain sebelumnya.

Tak terasa beberapa menit ku mengemudi motorku dan akhirnya sampai di pantai. Angin pantai seakan-akan terus berhembus membuat fikiranku tenang. Perlahan-lahan ombak saling mengejar satu sama lain seakan-akan ingin menyapu pantai dengan cepatnya. Kulihat disela-sela batu muncul kepiting- kepiting yang sedang asyik bercengkrama satu sama lainnya. Aku mulai mencari tempat yang pas untuk menikmati indahnya nikmat ini dan mataku tertuju di batu pemecah ombak yang senantiasa di tunggui oleh bapak-bapak yang mincing sampai larut malam.

Kertas kubuka pensil siap aku goreskan, bersambung..

Senin, 26 Desember 2011

Ketika Semua Berbuah Manis I


Suatu hari pohon yang rindang teringat akan semua kenangan-kenangan yang dia rasakan semenjak dia di tanam. disaat itu saat masih berbentuk biji aku dibawa oleh seorang pemuda, pemuda itu terlihat begitu senang ketika membawa diriku terasa seluruh keceriaannya kepadaku. disaat itu dia mencari dimana posisi yang bagus untuk menanamku, dan tepat disamping sebuah gedung aku ditanam disamping lapangan bola. Lapangan bola tempat berkumpulnya anak-anak pada waktu sore hari.sungguh indahnya tempat aku ditanam, jika pemuda itu tahu aku akan berterima kasih dengan sebesar-besarnya.

Saat pertama aku ditanam, semua tampak gelap bahkan aku tak mengerti mengapa kegelapan menyelimuti diriku. lambat laun aku mulai melihat seberkas cahaya dari atas, dan tak lama aku mulai mengintip dari balik tanah. disaat itu aku mulai menatap keindahan dunia dan tak selang beberapa lama aku melihat seseorang datang kepadaku. dalam hati aku berfikir apakah yang akan dilakukannya padaku padahal aku masih ingin menikmati cahaya ini. ternyata orang itu adalah pemuda yang menanamku. dia berkata kepada ku agar aku cepat besar.Subhanallah ingin rasanya aku berterima kasih kepadanya walaupun aku tak bisa berkata. pada saat itu aku berjanji akan menjadi yang dia harapkan.

Selang beberapa tahun kemudian, dahan-dahanku mulai tumbuh, ranting-rantingku tak terhitung banyaknya, daun-daunku mulai menjadi payung bagi yang singgah di bawahku. sudah lama aku tak melihat sosok orang yang menanamku, bagaimanakah keadaannya. disaat itu aku mulai merasa kesedihan, perlahan-lahan daun-daunku mulai rontok, satu persatu rantingku mulai patah, dan tak ada orang lagi yang singgah dibawahku. setelah lama aku bersedih aku melihat beberapa orang anak kecil yang sedang bermain pasir dengan gembiranya, dia berusaha membuat menara setinggi mungkin. mereka membangun menara sedikit demi sedikit, sampai pada saat menara setinggi bahu mereka menara itupun hancur. dalam pikiranku mungkin mereka akan menyerah dan mencoba membuat bentuk lain. ternyata dugaanku salah, mereka mencoba lagi hingga berkali2, berhari-hari dan hingga aku melihat menara itu telah melebihi pundak mereka dan mereka mencoba menggunakan kursi agar menara itu tinggi.

dari semangat anak kecil tersebut aku mulai menyadari bahwa aku ada disini adalah untuk melakukan yang terbaik untuk diriku dan semua yang ada disekelilingku. disaat itulah aku mulai bersemangat lagi, ranting-rantingku mulai tumbuh kembali, perlahan-lahan daunku mulai menjadi payung kembali bagi orang-orang yang singgah dibawahku. dan hari semakin dari daunku semakin lebat, lapangan disebelahku perlahan dibuat menjadi taman dan aku masih diberikan kesempatan untuk menghiasi taman itu.Inilah indahnya yang kurasakan disaat aku memberikan yang terbaik terhadap orang lain.

berpuluh-puluh tahun telah berganti, aku masih tetap semangat untuk menghiasi taman-taman disekelilingku.disuatu saat, sebuah keluarga tengah beristirahat dibawahku. sosok pria bercerita tentang diriku mulai berpuluh tahun yang lalu, dan aku mulai menyadarinya bahwa pria tersebut adalah pria yang menanamku. ingin sekali aku berteriak untuk mengucapkan terima kasih padanya.tapi tak ada yang bisa kukatakan. hari berlalu dan pria itupun diberi penghargaan oleh walikota dan aku rasa telah memberikan suatu yang baik untuknya karena diriku pria tersebut mendapat penghargaan pelindung kota. mungkin jika aku terus menatap hari2ku dengan kelam pada saat itu aku tak bisa membalas jasanya.

untuk kita semua
Affandi